Ganyong

Saatnya lebih memanfaatkan potensi lokal. Peluang besar menanti Anda. Jangan takut berinovasi! Gandum sebagai bahan dasar tepung terigu bukanlah tanaman lokal Indonesia. Makanya, untuk memenuhi pasokannya kita masih harus mengimpor. Ide untuk menggantikan, atau paling tidak mengurangi ketergantungan pada tepung terigu untuk produk-produk bakery sebenarnya sudah lama tercetus. Singkong dan ubijalar pernah dicoba. Sayangnya, singkong dan ubijalar ketika digunakan untuk membuat roti, memiliki kemampuan mengembang yang rendah sehingga dianggap tidak layak digunakan, meskipun kini telah berkembang tepung modifikasinya.
Belakangan muncul lagi pemain baru, yaitu tanaman ganyong. Ganyong merupakan tanaman semusim yang dibudidayakan masyarakat dengan cara yang sederhana. Di Malang misalnya, tanaman ganyong ditanam ketika memasuki musim penghujan dan setelah 7 – 10 bulan kemudian dilakukan pemanenan. Selama penanaman tidak dilakukan pemupukan. Produksi umbi ganyong dapat mencapai 2,5 -2,84 kg/ tanaman. Satu hektar lahan bisa menghasilkan umbi kurang lebih 30 ton. Tepung ganyong sangat mudah dicerna sehingga bisa dipakai untuk makanan bayi, dimanfaatkan untuk bahan kue ataupun makanan pokok. Tepung pati ganyong memiliki karakteristik yang cukup baik untuk dikembangkan dalam industri bakery.
Ganyong memiliki tekstur dan rasa mirip ubijalar. Hanya, kelemahan ganyong jika dikonsumsi langsung adalah banyaknya kandungan serat di dalamnya, sedang bentuk patinya akan membentuk gel ketika dimasak. Masyarakat demikian, beberapa uji coba sudah membuktikan bahwa untuk produksi cookies, tepung ganyong dapat diandalkan sebagai pengganti tepung terigu, hingga 100%. Pada pembuatan cookies, jumlah pati ganyong yang diperlukan bahkan hanya 1/3 dari jumlah terigu yang biasa dipakai. Pembuatan kue dapat dilakukan dengan 100% pati ganyong, misalnya pada kue ganyong pandan dan kue ulat sutera. Sedangkan dalam pembuatan biskuit dapat dilakukan dengan mencampur 50% tepung atau pati ganyong dan 50% tepung terigu. Pada pembuatan kue sus, tepung atau pati ganyong dapat digunakan untuk membuat kulitnya dengan umumnya mengkonsumsi bentuk gel ini bersama dengan larutan gula encer dicampur jahe dan dikonsumsi untuk menghangatkan badan di suhu yang dingin. Tepung ganyong selama ini oleh petani dijual langsung ke tengkulak karena ketidaktahuan mereka mengenai pemanfatannya. Tengkulak umumnya menyetor tepung ganyong ke produsen soun karena sifat gelatinisasinya yang bagus.
Penelitian-penelitian tentang pemanfaatan tepung ganyong menjadi produk roti belum banyak dilakukan sehingga tidak diketahui aplikasinya. Namun demikian, beberapa uji coba sudah membuktikan bahwa untuk produksi cookies, tepung ganyong dapat diandalkan sebagai pengganti tepung terigu, hingga 100%. Pada pembuatan cookies, jumlah pati ganyong yang diperlukan bahkan hanya 1/3 dari jumlah terigu yang biasa dipakai. Pembuatan kue dapat dilakukan dengan 100% pati ganyong, misalnya pada kue ganyong pandan dan kue ulat sutera. Sedangkan dalam pembuatan biskuit dapat dilakukan dengan mencampur 50% tepung atau pati ganyong dan 50% tepung terigu. Pada pembuatan kue sus, tepung atau pati ganyong dapat digunakan untuk membuat kulitnya dengan jumlah separuh dari tepung terigu. Kajian tentang sifat-sifat fisiko kimia menunjukkan bahwa pati ganyong memiliki potensi yang bagus untuk produk bakery karena memiliki viskositas yang tinggi, gel yang kuat dan tinggi kandungan fosfornya. Produk bakery yang dibuat dari pati ganyong lebih cerah, lebih crispy dan lebih berasa dibandingkan yang dibuat dari gandum. Kelebihan ganyong dibandingkan dengan gandum adalah ganyong bebas gluten. Gluten merupakan salah satu substansi allergen yang banyak dijumpai di tepung terutama gandum.
Modifikasi tepung ganyong
Potensi ganyong di Indonesia cukup tinggi. Kini banyak daerah yang mengembangkan ganyong karena mudahnya cara budidaya. Sentra yang kini dikembangkan untuk ganyong mencakup Jawa Tengah (Klaten, Wonosobo, dan Purworejo), Jawa Timur (Malang dan Pasuruan), Daerah Istimewa Yogyakarta, Jambi, Lampung, dan Jawa Barat (Majalengka, Sumedang, Ciamis, Cianjur, Garut, Lebak, Subang, dan Karawang). Daerah Papua sebenarnya merupakan daerah yang potensial untuk produksi ganyong,
Pati alami dapat diperbaiki sifat-sifatnya agar sesuai dengan harapan, melalui modifikasi pati. Di Indonesia produk pati modifikasi yang sudah dikenal adalah MOCAF (MOCAL) dari singkong melalui fermentasi menggunakan bakteri asam laktat. Pada dasarnya terdapat beberapa tipe modifikasi, diantaranya adalah secara fisik, kimia dan enzimatis. Contoh proses modifikasi adalah oksidasi, benzilasi, etoksilasi, dan karboksimetilasi. Karboksimetilasi umumnya menggunakan sodium monochloroacetate (SMCA) dan dihasilkan produk carboxymethyl starch (CMS).
Pati ganyong termodifikasi ini memiliki sifat yang beda dengan yang bentuk alaminya, yaitu mudah larut dalam air dingin, sehingga cocok untuk berbagai keperluan seperti pembuatan kertas, tekstil, absorben, farmasi dan medis. Untuk keperluan produk bakery pati ganyong modifikasi belum diuji coba. Seperti halnya aplikasi singkong dan ubijalar, pemanfatan pati ganyong dalam pembuatan kue memang perlu disosialisasikan lebih terpadu. Pengenalan jenis-jenis olahan pati ganyong akan sangat mendukung petani untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Pelatihan pembuatan produk bakery langsung ke petani atau ibu rumah tangga mestinya secara intensif dilakukan agar masyarakat terbiasa dan menyukai produk bakery dari bahan lokal.
Kreativitas masyarakat dalam mengembangkan produk dan kemampuan marketing yang baik akan meningkatkan rasa cinta terhadap produk bakery dari bahan lokal. Tanaman Ganyong (Canna edulis Ker.) berasal dari Amerika Tropika, dan telah tersebar ke Asia, Australia, dan Afrika. Umbi mudanya di Amerika Selatan dimakan sebagai sayuran, dan kadang digunakan sebagai pencuci mulut. Sekarang, Ganyong sudah dibudidayakan teratur di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jambi, Lampung, dan Jawa Barat.
Ganyong cukup berpotensi sebagai sumber hidrat arang. Data Direktorat Gizi Depkes RI menyebutkan bahwa kandungan gizi Ganyong tiap 100 gram secara lengkap terdiri dari kalori 95,00 kal; protein 1,00 g; lemak 0,11 g; karbohidrat 22,60 g; kalsium 21,00 g; fosfor 70,00 g; zat besi 1,90 mg; vitamin B1 0,10 mg; vitamin C 10,00 mg; air 75,00 g. Umbi yang dewasa dapat dimakan dengan mengolahnya lebih dulu atau untuk diambil patinya. Sisa umbinya yang tertinggal setelah diambil patinya dapat digunakan sebagai kompos. Sementara pucuk dan tangkai daun muda dipakai untuk pakan ternak. Bunga daunnya yang cukup indah dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Kita mengenal Ganyong dengan banyak nama daerah. Ada yang menyebut sebagai “buah tasbih”, “ubi pikul”, “ganyal”, “ganyol”, atau pun “sinetra”. Sedangkan nama asingnya quennsland arrowroot. Sementara ini, sekurangnya ada dua provinsi sebagai sentral Ganyong, yakni Jawa Tengah (Klaten, Wonosobo, dan Purworejo), dan Jawa Barat (Majalengka, Sumedang, Ciamis, Cianjur, Garut, Lebak, Subang, dan Karawang).
Lalu, Ganyong itu sebetulnya untuk apa? Biasanya dikonsumsi sebagai camilan. Ganyong direbus, lalu dimakan. Rasanya pulen kemanis-manisan dan bergizi cukup tinggi, terutama kandungan karbohidratnya.
Menurut produsen keripik ganyong dan tepung ganyong, pada dasarnya untuk pemasarannya tidak masalah. Barangkali karena tingkat persaingan belum tajam, sedangkan pertumbuhan konsumsinya terus bertahan. Malahan tak menutup kemungkinan, produk olahan Ganyong tersebut bisa diekspor.
Selain itu, Ganyong juga dapat mengatasi beberapa penyakit, yaitu:
Panas dalam:
Umbi ganyong 30 g; Rimpang temu lawak 30 g; Air 700 ml, Direbus sampai mendidih selama 15 menit, Diminum hangat-hangat 2 kali sehari
Radang saluran kencing
Umbi ganyong 40 g; Daun kumis kucing 30 g; Akar alang-alang 20 g; Air 600 ml, Direbus sampai mendidih selama 15 menit, Diminum hangat-hangat pagi dan sore
Bibit Ganyong dapat diperoleh lewat umbi atau anakan. Tradisinya lebih cenderung menggunakan bibit anakan. Setelah bibit siap, segera siapkan pula lahannya. Tanah dicangkul sedalam 30 cm sampai gembur, dan biarkan selama sekitar 15 hari. Setelah itu, dicangkul lagi sambil dibuatkan guludan-guludan, dengan ukuran lebar 40 – 60 cm, tinggi 25 – 30 cm, dan panjang disesuaikan kondisi lapangan. Jarak antar-guludan sekitar 10 – 100 cm. Buatkan lubang tanam sedalam 10 – 15 cm, dengan jarak-lubang biasanya 30 x 30 x 30 cm. Bibit anakan dimasukkan ke lubang tanam, lalu ditimbun dengan tanah.Setelah ditanam, lakukan perawatan dan pemeliharaan. Penyiangan dilakukan sebulan sekali, bersamaan dengan penggemburan tanah dan guludan. Di samping itu, lakukan juga pemupukan. Serangan hawa dan penyakit hampir-hampir tidak ada. Pasalnya, populasi dan penyebaran Ganyong masih terbatas.
Pemanenan Ganyong bergantung tujuan penggunaannya. Bila untuk umbi rebus yang langsung dimakan, maka petiklah Ganyong muda berumur 6-8 bulan. Sebaliknya, jika akan digunakan untuk pembuatan produk pati atau tepung bisa dipanen tua (15-18 bulan) Di tengah kondisi ekonomi yang semakin terpuruk menjadi faktor kemampuan daya beli masyarakat menjadi turun, sudah seyogyanyalah pemerintah bersama masyarakat menggalakkan kembali pemanfaatan sumber pangan lokal yang justru lebih murah, mudah dijangkau dengan kandungan gizi yang tidak kalah baiknya. Marilah kita semua berusaha memanfaatkan sumber hidrat arang dari bumi Indonesia dengan menggali dan menjadikannya sebagai bahan pangan dan hidangan tradisional dan modern supaya tercipta upaya penganekaragaman pangan menuju pola makan sehat.